“TRANSFUSI DARAH SERTA HUBUNGAN DONOR DARAH
DENGAN RESIPEN MENURUT HUKUM ISLAM”
Abstrak
Transfusi
darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan modern. Bila
digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan
meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen
darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas
bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain. WHO Global Database on
Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada di negara maju dan
sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80% populasi dunia
yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman.
Kata kunci : Tranfusi Darah, Donor Darah, Resipen,
Hukum Islam,
Pandangan Tokoh, Risiko.
Pandangan Tokoh, Risiko.
A. Pendahuluan
Tranfusi darah, ialah kegiatan
sosial yang dimana mentransfer darah seorang manusia kepada manusia lain untuk
tujuan tertentu. Tranfusi darah ialah
penginjeksian darah seseorang (disebut pendonor) ke dalam sistem peredaran
darah orang lain (resipen).[1]sejarah
singkatnya, awal mula ini dilakukan oleh oarang inggris dalam penelitianya ia
mentranferkan darah seekor anjing pada anjing lain, kemudian 2 tahun berikutnya
baptiste denis, seorang dokter, filsuf, dan astronomi mentransferkan darah
kambing yang pertama kali pada manusia hasilnya menjadi bencana anak itu mati
dan ia dikenai tuduhan pembunuhan. Kemudian Tahun 1818 Dr Jame Blundell dari
rumah sakit St. Thomas and guy berhasil melakukan tranfusi darah pertama pada
manusia, ia berhasil melakukanya setelah ia menemukan alat transfusi darah
secara langsung dan ia mengingatkan bahwa hanya darah manusia yang dapat di
transfusi kepada manusia. Kemudian dari situ ilmuwan menemukan jenis – jenis
darah, akar penemuan ini diawali dengan permasalahan penggumpalan darah ketika
selesai transfusi berangkat dari itu akhirnya pentransfusian darah disesuaikan
dengan golongan darah manusia masing – masing yang kita ketahui ada 4 golongan
yaitu : O, A, B, AB. Kemudian berkembang hingga saat ini dan menjadi urusan
yang bermashlahat besar bagi keselamatan jiwa seseorang.[2]
Risiko
transfusi darah sebagai akibat langsung dari transfusi merupakan bagian situasi
klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan
nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya
transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang
dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya memberikan sedikit
keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam hal ini, risiko
akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya. Risiko
transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan
penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.
a.
Reaksi
akut
Reaksi yang terjadi selama
transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi
tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi
yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai
dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan
ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah,
lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya warna
kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia,
kaku otot. Reaksi sedang – berat disebabkan
oleh hipersensitivitas sedang-berat,demam akibat reaksi
transfusi non-hemolitik atau kata lainya yaitu kelainan antibodi terhadap
leukosit,
protein, trombosit, kontaminasi pirogen atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan
nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri pada dada, nyeri di sekitar tempat
masuknya infus, napas pendek, nyeri pada punggung, nyeri pada kepala, dan dispenea.
Terdapat pula tanda - tanda kaku otot, demam, lemah.
b. Reaksi
Lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10
hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan
hemoglobinuria.
Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam
nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC
jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut. Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit.
jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut. Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit.
Hal ini disebabkan adanya antibodi
langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi
pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berat akut 5-10 hari
setelah transfusi . Penatalaksanaan penting terutama pada
perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung trombosit. Pencegahan dilakukan
dengan memberikan trombosit yang
kompatibel dengan antibodi pasien. Kelebihan besi
pasien yang
bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan mengalami
akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal
organ (jantung dan hati). Tidak ada mekanisme fsiologis untuk menghilangkan
kelebihan besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan
akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum
feritin <2.000 mg/l.[3]
c. Penularan Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi
melalui transfusi darah bergantung pada berbagai hal, antara lain prevalensi
penyakit di
masyarakat, keefektifan skrining yang digunakan, status imun resipien dan
jumlah donor tiap unit darah. Saat ini
dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko
transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C, hepatitis
B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV).[4] Model ini
berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat window
period (periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudahinfeksius tetapi
hasil skrining masih negatif).
1)
Transmisi
HIV
Penularan HIV melalui transfusi
darah pertama kali diketahui pada akhir tahun 1982 dan awal 1983. Pada tahun 1983 Public
Health Service (Amerika Serikat) merekomendasikan orang yang berisiko tinggi
terinfeksi HIV untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai
menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan
sebelum skrining antibodi HIV
dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi
jumlah infeksi HIV yang ditularkan melalui transfusi.
Berdasarkan laporan dari Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5 kasus HIV/tahun
yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya skrining antibodi HIV pada
pertengahan maret 1985 dibandingkan dengan 714 kasus pada
1984.
2)
Penularan
virus hepatitis B dan virus hepatitis C
Penggunaan skrining antigen
permukaan hepatitis B pada tahun 1975 menyebabkan penurunan infeksi hepatitis B yang
ditularkan melalui transfusi, sehingga saat ini hanya terdapat
10% yang menderita hepatitis pasca transfusi. Makin meluasnya vaksinasi
hepatitis B diharapkan mampu lebih
menurunkan angka penularan virus hepatitis B. Meskipun
penyakit akut timbul pada 35% orang yang terinfeksi,
tetapi hanya 1-10% yang menjadi kronik. Transmisi
infeksi virus hepatitis non-A non-B sangat berkurang
setelah penemuan virus hepatitis C dan dilakukannya skrining anti-HCV. Risiko
penularan hepatitis C melalui transfusi darah adalah 1:103.000 transfusi.
Infeksi virus hepatitis C penting karena adanya fakta bahwa 85% yang terinfeksi
akan menjadi kronik, 20% menjadi sirosis dan 1-5% menjadi
karsinoma hepatoselular. Mortalitas akibat sirosis dan
karsinoma hepatoselular adalah 14,5% dalam kurun waktu 21-28 tahun.22
Prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah 3-17%
dan hepatitis C 3,4% sehingga perlu dilakukan skrining
hepatitis B dan C yang cukup adekuat.
3)
Kontaminasi
bakteri
Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4%
konsentrat sel darah merah dan 1-2% konsentrat trombosit.1 Kontaminasi bakteri pada
darah donor dapat timbul sebagai hasil paparan
terhadap bakteri kulit pada saat pengambilan darah,
kontaminasi alat dan manipulasi darah oleh staf bank darah
atau staf rumah sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau
bakteremia pada donor saat pengambilan darah yang
tidak diketahui. Jumlah kontaminasi bakteri meningkat seiring dengan lamanya
penyimpanan sel darah merah atau plasma sebelum transfusi. Penyimpanan pada
suhu kamar meningkatkan pertumbuhan hampir semua bakteri. Beberapa organisme,
seperti Pseudomonas tumbuh pada suhu 2-6°C dan dapat
bertahan hidup atau berproliferasi dalam sel darah merah
yang disimpan, sedangkan Yersinia dapat berproliferasi
bila disimpan pada suhu 4°C.
4)
Staflokok
Tumbuh dalam kondisi yang lebih
hangat dan berproliferasi dalam konsentrat trombosit pada suhu 20-40°C. Oleh karena
itu risiko meningkat sesuai dengan lamanya penyimpanan.1,22
Gejala klinis akibat kontaminasi bakteri pada sel darah merah timbul pada 1: 1
juta unit transfusi. Risiko kematian akibat sepsis bakteri timbul pada 1:9
juta unit
transfusi sel darah merah. Di Amerika Serikat selama tahun
1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah sebanyak 16%; 28% di
antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah merah. Risiko kontaminasi
bakteri tidak
berkurang dengan penggunaan transfusi darah autolog.
[5]
5)
Kontaminasi
parasit
Kontaminasi parasit dapat timbul
hanya jika donor menderita parasitemia pada saat pengumpulan darah. Kriteria seleksi
donor berdasarkan riwayat bepergian terakhir, tempat tinggal
terdahulu, dan daerah endemik, sangat mengurangi
kemungkinan pengumpulan darah dari orang yang mungkin
menularkan malaria, penyakit Chagas atau leismaniasis.
d. Transfusi Darah Masif
Transfusi masif adalah penggantian
sejumlah darah yang hilang atau lebih banyak dari total volume darah pasien dalam
waktu <24 jam (dewasa: 70 ml/kg, anak/ bayi: 80-90
ml/kg). Morbiditas dan mortalitas cenderung meningkat pada
beberapa pasien, bukan disebabkan oleh banyaknya
volume darah yang ditransfusikan, tetapi karena trauma
awal, kerusakan jaringan dan organ akibat perdarahan dan
hipovolemia. Seringkali penyebab dasar dan risiko
akibat perdarahan mayor yang menyebabkan komplikasi,
dibandingkan dengan transfusi itu sendiri. Namun,
transfusi masif juga dapat meningkatkan risiko
komplikasi berupa :
komplikasi berupa :
1)
Hiperkalemia
Penyimpanan darah menyebabkan
konsentrasi kalium ekstraselular meningkat, dan akan semakin meningkat bila semakin
lama disimpan.
Hipokalsemia terutama bila disertai dengan hipotermia dan asidosis dapat menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac output), bradikardia dan disritmia lainnya. Proses metabolisme sitrat menjadi bikarbonat biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu tidak perlu menetralisir kelebihan asam. Kekurangan fbrinogen dan faktor koagulasi Plasma dapat kehilangan faktor koagulasi secara progresif selama penyimpanan, terutama faktor V dan VIII, kecuali bila disimpan pada suhu -25°C atau lebih rendah.
Pengenceran (dilusi) faktor koagulasi dan trombosit terjadi pada transfusi masif. [6]
Hipokalsemia terutama bila disertai dengan hipotermia dan asidosis dapat menyebabkan penurunan curah jantung (cardiac output), bradikardia dan disritmia lainnya. Proses metabolisme sitrat menjadi bikarbonat biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu tidak perlu menetralisir kelebihan asam. Kekurangan fbrinogen dan faktor koagulasi Plasma dapat kehilangan faktor koagulasi secara progresif selama penyimpanan, terutama faktor V dan VIII, kecuali bila disimpan pada suhu -25°C atau lebih rendah.
Pengenceran (dilusi) faktor koagulasi dan trombosit terjadi pada transfusi masif. [6]
2)
Kekurangan
trombosit
Fungsi trombosit cepat menurun
selama penyimpanan darah lengkap dan trombosit tidak berfungsi lagi setelah disimpan 24
jam.
3) DIC
DIC dapat terjadi selama transfusi
masif, walaupun hal ini lebih disebabkan alasan dasar dilakukannya transfusi (syok
hipovolemik, trauma, komplikasi obstetrik). Terapi ditujukan
untuk penyebab dasarnya.
4) Hipotermia
Pemberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Bila terjadi hipotermia, berikan perawatan selama berlangsungnya transfusi.
Pemberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Bila terjadi hipotermia, berikan perawatan selama berlangsungnya transfusi.
5)
Mikroagregat
Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap yang disimpan membentuk mikroagregat. Selama transfusi, terutama transfusi masif, mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan sindrom distress pernapasan. Penggunaan buffy coat-depleted packed red cell akan menurunkan kejadian sindrom tersebut[7]
Sel darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap yang disimpan membentuk mikroagregat. Selama transfusi, terutama transfusi masif, mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan sindrom distress pernapasan. Penggunaan buffy coat-depleted packed red cell akan menurunkan kejadian sindrom tersebut[7]
Kegiatan donor darah ini sangat menarik
dimana masih menjadi polemik terkadang mengenai kebolehanya dan dampak akan
hasilnya maka dari itu penulis memilih topik ini sebagai bahasan penelitian masail
fiqhiyah khusunya untuk mengetahui hukum islam sendiri apakah membolehkan atau
melarangnya.
B. Kronologi
Kasus
Ada seorang wanita yang melahirkan
dipuskesmas kemudian ia kehilangan banyak darahnya, sedangkan disaat itu tidak
terdapat seorang keluargapun, sedangkan suaminya mempunyai golongan darah yang
berlainan, maka dari itu ada seorang perawat yang bergolongan darah sama maka
ia mendonorkan darahnya kepada ibu itu. Dari kasus itu maka ditarik dugaan , apakah
hukum islam memperbolehkan jika bukan mahramnya, bahkan apakah boleh jika
berlainan agama?. Begitu pula pada kronologi lain yaitu dari segi kesehatan
darah yang akan mendonorkan darahnya, yang ditakutkan akan membuat mafsadah
akan darah yang didonorkan bila di pendonor itu tidak sehat dan didalam
darahnya terdapat penyakit – penyakit.
C. Perspektif
Hukum Islam
Tranfusi darah ialah memindahkan darah dari
seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. [8]
Tranfusi darah biasa diberikan ketika terjadinya kecelakaan ataupun orang yang
kekurangan darah yaitu ketika orang melahirkan anak, kecelakaan, anemia berat.
Al-Qur’an dan hadits tidak membahas masalah
transfusi darah ini tetapi, menurut prinsip umum, terdapat sumber – sumber
orisinil islam, yaitu darah yang mengalir (dam masfuh) maka dari itu fuqaha
terjadi banyak polemik dalam kalangan fuqaha, antara lain :
1. Tanggapan seorang Alm. Mufti
Syafi’
Menurut pandangan Alm. Mufti Syafi’ dari
pakistan, dalam kondisi biasa transfusi darah merupakan suatu kondisi yang
haram, karena darah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tubuh manusia,
dan termasuk benda najis
a. darah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari tubuh manusia
darah merupakan bagian tubuh manusia yang tak
terpisahkan maka pengambilan transfusinya ke dalam distem peredaran darah orang
lain bisa disamakan dengan upaya mengubah takdir manusia karena itu dilarang.
b. Darah sebagai benda najis
Darah yang diambil dari manusia ialah najis,
dalam kitab al-umm karya imam Syafi’i mengatakan :
“Jika seseorang memasukan darah
kedalam kulitnya dan darah itu berkembang, maka darah itu wajib dikeluarkan dan
orang itu wajib mengganti shalat yang ia lakukan setelah memasukan darah
tersebut. “
c. Kelenturan peraturan hukum
Dengan mempertimbangkan kelonggaran dan kemudahan maka
diberikan syari’at bagi kondisi yang mengancam nyawa dan dalam upaya pengobatan
maka hukumnya boleh.[9]
2. Ketentuan ushul fiqh
Penerimaan sumbangan darah tidak disyaria’tkan oleh agama
atau kepercayaan, bangsa, suku dan sebagainya, karena menyumbangkan darah
merupakan amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan oleh islam sebab
dapat menyelamatkan jiwa manusia sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al – Maidah ayat 32 :
و من أ حيا ها فكأ نّمآ احيا النّا
س جمعا....(الما ئد ة : ٢٣)
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka
seolah – olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”
Adapun dalil
syar’i yang bisa menjadi pegangan ialah pada kaidah hukum fiqh islam yang
berbunyi :
الاصل في الا شيا ء الا ابا حة حتّي
يد لّ الدّ ليل علي تحر ميها
“Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh
hukumnya, kecuali ada dalil yang mengharamkanya.”
Jadi, hukumnya boleh saja baik untuk muslim
dan non muslim, demi untuk menolong dan memuliakan harkat martabat manusia.
Sebab Allah Khalik semesta termasuk
manusia berkenan memuliakan manusia. Adapun dalil yang mendasari ialah pada
kaidah hukum fiqh yaitu segala sesuatu itu prinsipnya boleh hukumnya kecuali
ada dalil yang mengharamkanya. Sedangkan tidak ada dalil nash Al-Qur’an dan
Al-Hadits yang melarangnya secara eksplisit, maka dari itu diperbolehkan bahkan
dinilai ibadah jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan-Nya dengan jalan
menolong jiwa sesama manusia.[10]
Namun dalam memperoleh mashlahat dan
menanggulangi mafsadah, baik pendonor maupun penerima harus dilakukan setelah
melalui pemeriksaan kesehatan darah yang teliti
dan darah dari pendonor harus benar – benar bersih dari penyakit –
penyakit menular seperti AIDS. AIDS merupakan penyakit yang belum ditemukan
obatnya hingga saat ini menurut fakta penelitian, bahwa AIDS ini dapat menular
melalui transfusi darah, suntikan narkoba, suntikan tato, free sex, dan
terutama homoseksual. Maka harus ada prosedur dalam penanganan medisnya ketika
akan mengambil darah pendonor, sesuai dengan kaidah – kaidah hukum islam,
seperti :
a. Bahaya harus dihindari.
b. Bahaya itu tidak boleh dihilangkan
dengan bahaya yang lain (yang lebih besar bahanya) maka tidak si resipen tidak
boleh menerima darah dari orang lain yang menderita penyakit menular, walaupun
ia sangat memerlukan.
c. Tidak boleh membuat mudarat,
kepada dirinya sendiri dan tidak pula membuat mudarat kepada orang lain.
Misalnya seorang pria impoten terkena AIDS
ia tidak boleh kawin sebelum sembuh. Karena apabila ia kawin maka akan
menyelakai dirinya dan menyelakai orang lain.
Prosedur medis itu ialah :
a. Pendonor harus sehat dan tidak
dalam kondisi sakit ketika mendonorkan darahnya
b. Pendonor harus steril dari makanan
berlemak ketika mau mendonorkan darahnya.
c. Umur pendonor sesuai dengan
ketentuan usia donor
d. Kadar hemoglobin 12,5 g atau lebih
e. Tekanan darah pendonor 120/ 140/80
– 100mmHg
f. Nadi 50-100 per menit
g. Bukan pecandu alkohol
h. Bukan pecandu narkoba
i.
Tidak mendapat imunisasi 2/4 bulan terakhir
j.
Bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir maka
beritahulah petugas
k. Bagi donor tetap, penyumbangan
maksimal 5 kali setahun
l.
Tidak menerima transfusi darah 6 bulan
terakhir
m. Tidak berpenyakit jantung, hati,
liver, ginjal, kencing manis, penyakit kulit, dll yang menular dan
membahayakan.[11]
3. Hubungan antara pendonor dan
resipen
Transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya
hubungan kemahraman antara pendonor dan resipien. Sebab faktor – faktor
kemahraman sudah ditentukan oleh islam dan Al- Qur’an Surah An-Nisa ayat 23 –
24, maka diterangkan bahwa :
a. Mahram karena adanya hubungan
nasab, misal hubungan ayah dengan ibunya atau saudara sekandung sebapak /
seibu, dan sebagainya
b. Mahram karena adanya hubungan
perkawinan
c. Mahram karena adanya hubungan
persusuan.
Maka jelaslah
transfusi darah itu walau ada lelaki mentransferkan darahnya kepada wanita
bukan mahramnya tidak ada hubungan kemahraman, walaupun darahnya tercampur,
karena jelas dalam islam kemahraman telah tersebut dalam Surah An- Nisa ayat
23-24.[12]
D. Pandangan
Tokoh Masyarakat
1. Pak Kholil
Pak kholil ialah seorang guru
akidah & akhlak di MAN Pekalongan, beliau memberikan tanggapan bahwa donor
darah ini baik dan boleh hukumnya, karena untuk menolong sesama manusia dan
merupakan pertolongan yang sangat berguna, dilihat dengan segi hukum fiqhnyapun
boleh karena tidak ada larangan nash dan tidak membuat madarat pada pendonor,
bahkan beliau sendiri ialah seorang pendonor yang rutin di madrasah tempat
beliau mengajar.
Jika dilihat dari kasus – kasus
penggumpalan darah beliau menceritakan bahwa, itu termasuk kasus pada alat di
rumah sakit yang tidak steril, karena harusnya steril dan tidak merugikan
pendonor, juga bisa ia adalah pendonor baru, karena ia adalah pendonor baru,
dan juga berpengaruh pada pendonor baru itu apakah ia sudah sarapan belum?
Tensinya bagaimana? Dan golongan darahnya, hb nya apakah memenuhi standart?
Itulah yang berpengaruh pada kasus penggumpalan – penggumpalan darah. Efek dari
donor darah menurut beliau ialah sugesti saja, padahal pada kenyataanya ialah
tidak.
E. Kesimpulan
Tranfusi darah, ialah kegiatan sosial yang
dimana mentransfer darah seorang manusia kepada manusia lain untuk tujuan
tertentu. Tranfusi darah ialah
penginjeksian darah seseorang (disebut pendonor) ke dalam sistem peredaran
darah orang lain (resipen)
Dalam proses pendonoran juga tidak
sembarangan diambil yang darahnya sehat dan tidak mempunyai penyakit menular.
Dengan mempertimbangkan kelonggaran dan kemudahan maka diberikan syari’at bagi
kondisi yang mengancam nyawa dan dalam upaya pengobatan maka hukumnya boleh. Dan
berdasar ketentuan ushul fiqh penerimaan sumbangan darah tidak disyaria’tkan
oleh agama atau kepercayaan, bangsa, suku dan sebagainya, karena menyumbangkan
darah merupakan amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan oleh islam
sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al – Maidah ayat 32 :
و من أ حيا ها فكأ نّمآ احيا النّا
س جمعا....(الما ئد ة : ٢٣)
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka
seolah – olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”
Adapun dalil syar’i yang bisa menjadi
pegangan ialah pada kaidah hukum fiqh islam yang berbunyi :
الاصل في الا شيا ء الا ابا حة حتّي
يد لّ الدّ ليل علي تحر ميها
“Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh
hukumnya, kecuali ada dalil yang mengharamkanya.”
Sedangkan tidak ada dalil nash Al-Qur’an dan
Al-Hadits yang melarangnya secara eksplisit, maka dari itu diperbolehkan bahkan
dinilai ibadah jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan-Nya dengan jalan
menolong jiwa sesama manusia
Maka
dari paparan itu donor darah dalam islam diperbolehkan jika alasanya itu untuk
menolong jiwa seseorang, dalam asas saling tolong menolong dan menyelamatkan
kehidupan seseorang serta memuliakan manusia dimana Allah Sang Khalik semesta
pun memuliakan manusia dan menyayangi hamba-Nya, dan termasuk amal shalih yang
berpahala besar.
F. Penutup
Dalam penulisan essay ini terdapat banyak
kesalahan dan tutur bahasa yang kurang tepat, maka penulis haturkan permintaan
kritik dan saran sehingga kedepan menjadi lebih baik lagi, semoga dengan essay
ini menjadi penambah wawasan serta bermanfaat bagi para pembaca.
G. Biodata
Penulis
1. Nama : Ainun Najib
2. NIM : 2021116346
3. Fakultas : Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan
4. Jurusan : Pendidikan Agama Islam
5. Peguruan Tinggi : Institusi Agama Islam Negeri Pekalongan
6. Alamat : Griya Pringgosari No.39 Rt. 03 Rw. 09 Kel.Kalibaros
Kec. Pekalongan Timur
Kec. Pekalongan Timur
H. Daftar
Sumber
Majfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, 1997
( Jakarta ; PT Toko Gunung Agung)
Ebrahim
Mohsin, A. F., “Kloning, Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ,
Dan Eksperimen Pada Hewan Telaah Fikih Dan Bioetika Islam”, 2004 (Jakarta :
PT Serambi Ilmu Semesta)
Eka
Pradinata – PupuPuspita, “Transfusi Darah”Volume 1, No. 3 Juli 2001,
Http://tazakka.or.id/index.php/profil-tokoh/466-drbekti-mastiaji-sp-pk-ada-berkah-dalam-donor-darah.
[1] Masjfuk
Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta : PT Toko Gunung Agung, 1997) Hlm. 49
[2] Eka
Pradinata – PupuPuspita “Transfusi Darah” Volume 1, No. 3 Juli 2001,, Hlm.
92.
[3] Ibid,Eka
Pradinata – Pupu Puspita, Hlm. 93.
[4] Ibid,Eka
Pradinata – Pupu Puspita, Hlm. 93.
[5] Ibid,Eka
Pradinata – Pupu Puspita, Hlm. 93.
[6] Ibid,Eka
Pradinata – Pupu Puspita,Hlm. 94
[7] Ibid,Eka
Pradinata – Pupu Puspita, Hlm. 94
[8] Majfuk
Zuhdi, Masail Fiqhiyah, ( Jakarta ; PT Toko Gunung Agung, 1997) Hlm. 49.
[9] Ebrahim
Mohsin, A. F., “Kloning, Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ,
Dan Eksperimen Pada Hewan Telaah Fikih Dan Bioetika Islam”, (Jakarta : PT
Serambi Ilmu Semesta, 2004) Hlm. 60-61.
[10] Ibid,
Masjfuk Zuhdi, Hlm. 50.
[11] Http://tazakka.or.id/index.php/profil-tokoh/466-drbekti-mastiaji-sp-pk-ada-berkah-dalam-donor-darah.
Diunduh pada tanggal 27 Maret 2018 pukul 16.52 WIB.
[12] Ibid,
Masjfuk Zuhdi ,Hlm. 52.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar