JUAL
BELI ONLINE MENURUT FIQH MUAMALAH
Ainun
Najib
2021116346
Mahasiswa
Fakultas Tarbiyah & Ilmu Keguruan
Institusi
Agama Islam Negeri Pekalongan
Abstrak
Jual
beli tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, jual beli dari
perekembanganya mengalami perkembangan sistem yang pesat dimana dulu harus
bertemu langsung namun kini terdapat sistem baru yaitu jual beli online yang
dapat melakukan transaksi secara online tanpa harus bertemu antara penjual dan
pembeli. Adanya jual beli online ini memudahkan bagi pembeli untuk memenuhi
kebutuhanya secara efisien dan efektif. Namun dalam keseluruhanya jual beli
masih mengalami pro dan kontra terutaa dipandang dari segi fiqh sendiri maka
disini akan dibahasa hukum transaksi jual beli online menurut fiqh muamalah.
Kata
Kunci : Jual
Beli, Online, Fiqh, Hukum, Rukun, Syarat, pembagian, Dilarang, Islam.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari – hari tentunya kita
tidak akan pernah terlepas dari mengkonsumsi sesuatu, entah itu bentuk makanan,
barang , ataupun pakaian, dari yang primer hingga tersier, dalam konsumsi
tersebut tentunya barang ataupun sesuatu yang dikonsumsi memiliki hak dan
pemilik, dimana jika tidak ada aturan dan ikatan yang sah dalam konsumsi
tersebut tentunya akan rusak dan hancurnlah dunia ini karena manusia akan
semaunya saja menuruti hawa nafsunya. Islam ialah agama yang rahmatan lil
alamin, tentunya islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia terutama
dalam muamalah, yang kaitanya dengan manusia, adanya muamalah ini mengharuskan
membentuk aturan untuk kegiatan konsumtif dalam peraturan yang disebut akad dan
jual beli, ditujukan untuk mengenal, mengetahui, mendalami apa itu jual beli
online dan bagaimana seluk beluknya, di zaman milenial ini dimana penggunaan
teknologi semakin manjadi kebutuhan.
KAJIAN TEORI
1.
Definisi Jual Beli
Nasrun Haroen (2007: 111) menyatakan bahwa walaupun
dalam bahasa Arab kata jual (البيع)
dan kata beli (الشراء) adalah dua kata yang
berlawanan artinya, namun orang-orang Arab biasa menggunakan ungkapan jual-beli
itu dengan satu kata yaitu البيع. Untuk kata الشراء sering digunakan derivasi dari kata jual
yaitu ابتاع.
Secara arti kata البيع
dalam penggunaan sehari-hari mengandung arti “saling tukar” atau tukar menukar.
Dalam Al-Qur’an banyak terdapat kata باع
dan derivasinya dengan maksud yang sama dengan arti bahasa. Secara terminologi
jual-beli diartikan dengan “tukar menukar harta secara suka” atau “peralihan
pemilikan dengan cara penggantian menurut bentuk yang dibolehkan.”
2.
Landasan dan Hukum Jual Beli
Jual-beli merupakan tindakan atau transaksi
yang telah disyari’atkan dalam arti telah ada hukumannya yang jelas dalam
Islam. Hukumnya adalah boleh (جواز)
atau (الاباحة). Menurut Abdul Rahman
dkk (2010 : 65) kebolehan jual beli dapat ditemukan dalam Al-Qur’an dan begitu
pula dalam hadits Nabi. Adapun dasarnya daam Al-Qur’an di antaranya adalah pada
surat al-Baqarah ayat 275:
واحل
الله البيع وحرم الربا
Artinya:
Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba
Sedangkan
dasarnya dalam hadits Nabi adalah yang berasal dari Rufa’ah bin Rafi’ menurut
riwayat al-Bazar yang disahkan oleh al-Hakim:
ان الني
صلى الله عليه وسلم سئل اى الكسب اطيب قال عمل الرجل بيده وكل بيع مبرو
Artinya
: Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. telah pernah ditanya tentang usaha apa yang
lebih baik; Nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli yang
mabrur”.
Dalam hadits Nabi tersebut dimasukkan jual-beli
itu kedalam Menurut Amir (2003 : 192 - 194) mengutarakan bahwa jual beli ialah usaha
yang lebih baik dengan catatan “mabrur” yang secara umum diartikan atas
dasar suka sama suka dan bebas dari penipuan dan pengkhianatan. Ini merupakan
prinsip pokok dari suatu transaksi.
3.
Rukun dan Syarat Jual Beli
a. Rukun
Jual beli
1)
Rukun jual beli menurut ulama Hanafi
a)
Rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab.
b)
Yang paling prinsip dalam jual beli adalah
saling ridha yang diwujudkan dengan kerelaan untuk saling memberikan barang.
c)
Jika telah terjadi ijab, jual beli dianggap
telah berlangsung (pasti ada aqidain, obyek jual beli dan nilai tukarnya).
2)
Rukun Jual beli menurut Jumhur Ulama
a)
Orang yang berakad (penjual dan pembeli).
b)
Shighat (ijab qabul).
c)
Barang yang dibeli.
d)
Nilai tukar pengganti barang.
b.
Syarat Jual beli
1)
Menurut Amir Syarifudin (2003 : 201 – 203) syarat
yang berkaitan dengan pelaku jual beli ialah :
a)
Berkemampuan memilih
b) Aqid harus berbilang, sehingga tidaklah sah
akad dilakukan seorang diri. Minimal dilakukan dua orang, yaitu pihak penjual
dan pembeli.
c)
Ahli akad atau aqid baligh
Menurut
ulama Hanafiyah, seorang anak yang berakal dan mumayyiz (berumur tujuh tahun,
tetapi belum baligh) dapat menjadi ahli akad. Ulama Malikiyah dan Hanabaliah
berpendapat bahwa akad anak mumayyiz bergantung pada seizin walinya. Menurut
Syafi’iyah, anak mumayyiz yang belum baligh tidak boleh melakukan melakukan
akad sebab ia belum dapat menjaga agama dan hartanya (masih bodoh).
2)
Syarat yang berkaitan dengan objek
a)
Bersihnya barang
b)
Dapat dimanfaatkan
c)
Milik orang yang melakukan akad (hak milik
sendiri)
d)
Mampu menyerahkannya (memberikanya)
e)
Mengetahui
f)
Barang yang diakadkan ada di tangan (harus
dapat menunjukanya)
3)
Menurut Sayyid Sabiq (1987 : 48 – 49) syarat
yang berkaitan dengan akad jual beli adalah sebagai berikut :
a) Dilakukan
dalam satu majelis (tidak harus dalam satu tempat, tetapi satu situasi dan satu kondisi, meskipun
antara keduanya berjauhan, tetapi membicarakan objek yang sama).
b) Qabul
sesuai dengan ijab
4)
Syarat terlaksananya akad jual beli
Syarat
terlaksananya akad (Nafadz).
a) Benda
dimliki aqid atau berkuasa untuk akad.
b) Pada
benda tidak terdapat milik orang lain.
Maka
tidak boleh menjual barang sewaan atau barang gadai, karena barang tersebut
bukan milik sendiri, kecuali dizinkan oleh pemilik sebenarnya, yakni jual-beli
yang ditangguhkan (mauquf).
4. Bentuk-Bentuk
Jual Beli
Ulama
hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga bentuk,
yaitu:
a.
Jual beli yang sahih
Suatu
jual beli dikatakan sebagai jaul beli yang sahih apabila jual beli itu
disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan; bukan milik orang
lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi.
b.
Jual beli yang batal
Jual
beli dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruh
rukunya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak
disyariatkan, seperti jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila, atau
barang barang yang dijual itu barang yang diharamkan syara’, seperti bangkai
darah, babi, dan khamar. Jenis-jenis jual beli yang batil adalah :
1)
Jual beli sesuatu yang tidak ada
2)
Menjual barang yang tidak boleh diserahkan pada
pembeli.
3)
Jual beli yang mengandung unsur penipuan.
4)
Jual beli benda-benda najis
5)
Jual beli al-‘arbun
6) Memperjual belikan air sungai, air danau, air
laut, dan air yang tidak boleh dimiliki seseorang.
7)
Jual beli yang menimbulkan kemudharatan
8)
Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan
penganiayaan hukumnya haram
9)
Jual beli bersyarat
c. Fasid yaitu jual beli yang secara prinsip tidak
bertentangan dengan syara’ namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi
keabsahannya.
5. Pembagian
Jual Beli
Berdasarkan
nafadz dan waqaf (penagguhan), jual beli terbagi dua :
a. Jual-beli
Nafidz
Jual-beli
yang dilakukan oleh orang yang telah memenuhi syarat dan rukun jual-beli
sehingga jual-beli tersebut dikategorikan sah.
b. Jual-beli
mauquf.
Jual-beli
yang dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi persyaratan nafadz, yakni bukan
milik dan tidak kuasa untuk melakukan akad, seperti jual-beli fudhul (jual-beli
beli milik orang lain tanpa ada izin). Jika pemiliknya mengizinkan jual-beli
fudhul dipandang sah. Sebaliknya, jika pemilik tidak mengizinkan dipandang
batal.
6.
Jual beli yang di larang oleh Islam
Menurut
Amir Syarifudin, ( 2003 : 201-209) jual beli yang dilarang oleh islam diantaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Jual beli gharar (الغرر)
Jual
beli gharar adalah jual beli yang mengandung unsur-unsur penipuan dan
pengkhianatan, baik karena ketidak jelasan dalam objek jual-beli atau ketidak
pastian dalam cara pelaksanaanya. Hukum jual beli ini adalah haram. Dasar
haramnya adalah hadits Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat Muslim:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلمعن بيع الحصاة وعن بيع الغرر
Nabi
Muhammad SAW. melarang jual-beli hushah dan jual beli gharar.
b.
Jual beli mulaqih (الملا
قيح)
Jual beli
mulaqih adalah jual beli yang barang yang menjadi objeknya hewan yang masih
berada dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan yang betina. Yang menjadi
dsar terlarangnya jual beli ini adalah hadits Nabi dari Abu Hurairah yang
diriwayatkan oleh al-Bazzar:
ان رسول
الله صلى الله عليه وسلم نهىعن بيع المضامين والملا قيح
Sesungguhnya
Allah SAW. telah melarang jual beli mudhamin dan mulaqih.
c.
Jual beli mudhamin (المضامين)
Jual
beli al-mudhamin adalah transaksi jual beli yang objeknya adalah hewan yang
masih berada dalam perut induknya. Yang menjadi dasar haramnya jual beli ini
adalah hadits Nabi yang telah dikutip diatas.
d.
Jual beli muhaqalah (المحاقلة)
Jual
beli muhaqalah adalah jual beli buah-buahan yang masih berada di tangkainya dan
belum layak untuk dimakan. Hukum jual beli ini adalah haram. Dasar haramnya
jual beli ini adalah hadits Nabi yang berasal dari Jabir bin Abdullah menurut
perawi hadits selain Ibnu Majah dan disahkan oleh al-Tirmidzi yang berbunyinya:
ان النبى
صلى الله عليه وسلم نهى عن المحاقلة والمخابرة وعي الثنيا
Sesungguhnya
Nabi Muhammad SAW.melarang jual beli muhaqalah, muzabanah, mukhabarah dan
tsunaiya.
e.
Jual beli munabazah (المنابذة)
Jual
beli munabazah diartikan dengan mempertukarkan kurma yang masih basah dengan
yang sudah kering dan mempertukarkan anggur yang masih basah dengan yang sudah
kering dengan menggunakan alat ukur takaran. Haram jual beli bentuk ini adalah
haram sedangkan dasat haramnya adalah hadits Nabi yang di kutip (no.5) di atas.
f.
Jual beli urban (العربان)
Jual beli
urban diartikan dengan “jual beli atas suatu barang dengan harga tertentu, di
mana pembeli memberikan uang muka engan catatan bahwa bila jula beli jadi
dilangsungkan akan membayar dengan harga yang telah disepakati, namun, kalau
tidak jadi, uang muka untuk penjual yang telah menerimanya lebih dahulu.” Jual
beli dalam bentuk ini hukumnya haram. Dasar haramnya dalah hadits Nabi dari
Amru bin Syu’eb menurut riwayat Malik yang mengatakan:
نهى رسول
الله صلى الله عليه وسلم عن بيع العربان
Sesungguhnya
Rasul Allah SAW. melarang jual beli ‘urban
g.
Jual beli talqi rukban (تلقى
الركبان)
Yaitu
jual beli setelah ia pembeli datang menyongsong penjual sebelum dia sampai di
pasar dan mengetahui harga pasaran. Cara jual beli ini dilarang berdasarkan
hadits Nabi dari Thawus dari Ibnu Abbas menurut riwayat yag muttafaq alaih:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم : لاتلقوا الركبان ولا بيع حاضرة لباد
Rasul
Allah SAW. bersabda: “Janganlah kamu menyongsong penjual dan jangan pula prang
kota membeli dari orang dari pedesaan.”
h.
Jual beli orang kota dengan orang desa (بيع حاضرلباد)
Yang
dimaksud di sini adalah orang pasar yang telah mengetahui harga pasaran menjual
barangnya kepada orang desa yang baru datang dan belum mengetahui harga pasar.
Larangan tentang jual beli bentuk ini adalah sebagaimana disebutkan dalam
hadits di atas (no.13). hukumnya adalah haram.
i.
Jual beli musharrah (المصرة)
Musharrah
itu asalnya adalah hewan ternak yang diikat puting susunya sehingga
kelihatannya susunya itu banyak. Ini dijual supaya dibeli orang dengan harga
yang lebih tinggi. Jual beli dalam bentuk dan cara ini dilarang oleh Nabi
dengan hadits dari Abu Hurarirah menurut riwayat yang muttafaq’ ‘alaih
sabdanya:.
لاتصروا
الاء بل والغنم فمن ابتاعها فهو بخير النظرين بعد ان يحلبها ان شاء
امسك وان شاء ردها وصاعا من تبر
Jangan
kamu mengikat susu unta atau kambing. Siapa yang membelinya, dia boleh memilih
sesudah dipercaya. Bila dia suka boleh dia mengambilnya dan bila dia tidak mau,
harus dikembalikan berikut satu sha’ kurma.
j.
Jual beli Shubrah (الصبرة)
Jual
beli shubrah ialah jual beli barang yang di tumpuk yang mana bagian luar yang
kelihatan lebih baik dari bagian dalam. Larangan jual beli dalam bentuk ini
berdasarkan kepada hadits Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat Muslim:
ان رسول
الله صلى الله عليه وسلم مر على صبرة من طعام فاءدخل يده فيها فنالت
اصابعه بللا فقال ما هذا ياصاحب الطعام ˁ قال اصابته السماء يارسول الله ˓ قال:
افلا جعلته فوق الطعام كى يراه الناس˓ من غش فليس مني
Sesungguhnya
Rasul Alah SAW. pernah lalu dekat setunpukan makanan, lalu dimasukkannya tangannya
ke dalam tunpukan tersebut. Ditemukannya di dalam basah. Beliau berkata:”Ada
apa ini hai penjual makanan?” Penjual berkata:”Itu dikenai hujan ya Rasul
Allah”Nabi berkata:”Kenapa yang basah itu tidak kamu letakkan di atas supaya
dilihat oleh pembeli?, siapa yang menipu tidaklah termasuk umatku.”
7 7.
Hikmah Jual Beli
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mensyariatkan jual
beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya, karena
semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan
papan.Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup. Tak
seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia di tuntut
berhubungan satu sama lainnya.
Dalam hubungan ini, tak ada satu hal pun yang lebih sempurna dari pada saling tukar,dimana seorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Serta kehidupan konsumtif menjadi lebih teratur dan dinamis.
Dalam hubungan ini, tak ada satu hal pun yang lebih sempurna dari pada saling tukar,dimana seorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Serta kehidupan konsumtif menjadi lebih teratur dan dinamis.
PEMBAHASAN
1.
Jual Beli Online
Jual
beli online ialah metode pembelian barang atau sesuatu yang oleh penjual dan
pembeli yang dilakukan melalui internet atau media elektronik yang terjadi akad
tidak bertemu secara langsung namun saling meridhai satu sama lain.
Sistem
jual beli online memiliki skema sebagai berikut :
Pembeli
memesan di website penjual barang > Pembeli memilih barang dan menegaskan
pilihanya dengan klik ok > pembeli
menstransfer sejumlah uang pada rekening penjual sesuai harga yang ditawarkan
(terjadi ijab dan kabul namun tidak secara langsung, pembeli meridhai harga
yang di tetapkan penjual) – uang diterima penjual melalui rekening > penjual
mengirimkan barang pada pembeli sesuai alamatnya > barang sampai pada pembeli
2.
Jual beli online dari sudut pandangan fiqh
Jual
beli online dilihat dari transaksinya telah memenuhi beberapa syarat yaitu :
1.
Terdapat barang yang dijual dan milik penjual
2.
Terdapat penjual dan pembeli
3.
Terdapat ijab dan kabul
4.
Pembeli berkemampuan memilih dan membayarnya
5.
Mampu menyerahkanya
Dilihat
dari segi syarat diatas jual beli online menurut landasanya menganut paham
rukun dari ulama hanafiyah yang mengatakan bahwa :
“Rukun
jual beli hanya satu, yaitu ijab. Yang paling prinsip dalam jual beli adalah
saling ridha yang diwujudkan dengan kerelaan untuk saling memberikan barang.
Jika telah terjadi ijab, jual beli dianggap telah berlangsung (pasti ada
aqidain, obyek jual beli dan nilai tukarnya).”
Senada
dengan paparan kajian teori diatas, maka dari segi rukun jual beli, jual beli
online telah memenuhi rukun akad jual beli itu sendiri. Adapun berkaitan dengan
syarat maka ada beberapa syarat dari jual beli :
1.
Syarat yang berkaitan dengan pelaku
a.
Berkemampuan memilih
b.
Aqid harus berbilang, sehingga tidaklah sah
akad dilakukan seorang diri. Minimal dilakukan dua orang, yaitu pihak penjual
dan pembeli.
c.
Seorang mukhalaf (orang dewasa) dan berakal.
2.
Syarat yang berkaitan dengan objek
a.
Bersihnya barang
b.
Dapat dimanfaatkan
c.
Milik orang yang melakukan akad (hak milik
sendiri)
d.
Mampu menyerahkannya (memberikanya)
e.
Barang yang diakadkan ada di tangan (dalam jual
beli online benda terdapat pada toko yang memberikan gambar detail dari barang
yang ditawarkan)
3.
Syarat yang berkaitan dengan akad jual beli
Menurut
sayyid sabiq (2003 : 48 - 49) syarat yang
berkaitan dengan akad jual beli ialah :
a. Dilakukan
dalam satu majelis (tidak harus dalam satu tempat, tetapi satu situasi dan satu kondisi, meskipun
antara keduanya berjauhan, tetapi membicarakan objek yang sama).
b. Qabul
sesuai dengan ijab.
Dilihat
dari paparan syarat jual beli online telah memenuhinya, maka hukum dari jual
beli online diperbolehkan dengan syarat. Yang akan dibahas pada hukum transaksi
jual beli.
3.
Hukum transaksi jual beli online
a.
Mubah
Dasarnya
ialah kaidah ushul fiqh sendiri yang berbunyi “Segala sesuatu itu boleh kecuali
ada dalil yang mengharamkanya” sedangkan di dalam nash tidak ada dalil yang
mengharamkanya maka hukumnya mubah karena pada dasarnya sistem jual beli online
ini baik dan mendatangkan manfaat yaitu memudahkan masyarakat untuk membeli
terutama jika barang itu tidak ada di dekat wilayahnya, lebih efisien dalam
waktu dan tenaga.
b.
Makruh
Dasar
hukumnya ialah syarat dan rukun jual beli itu sendiri dimana antara penjual dan
pembeli haruslah saling ridha dan saling mempercayai. Makruh jika : pembeli
meragukan kepercayaan penjual, dan meragukan kondisi barang, ragu – ragu dalam
memilih barang, dan membatalkan perjanjian setelah barang sampai.
c.
Haram
Dasar hukumnya
ialah mengandung unsur-unsur penipuan dan pengkhianatan, baik karena ketidak
jelasan dalam objek jual-beli atau ketidak pastian dalam cara pelaksanaanya.
Hukum jual beli ini adalah haram. Dasar haramnya adalah hadits Nabi dari Abu
Hurairah menurut riwayat Muslim:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلمعن بيع الحصاة وعن بيع الغرر
Nabi Muhammad SAW. melarang jual-beli hushah
dan jual beli gharar.
Dikatakan
haram jika : pembeli melakukan penipuan alamat, dan penjual tidak mengirim
barang yang dipesan pembeli, serta barang yang
dikirimkan penjual tidak sama dengan apa yang dipesan oleh pembeli.
Sedangkan
menurut Yulia Kurniaty dan Heni Hendrawati (2015 : 71) dalam jurnalnya ia
menerangkan bahwa jual beli melalui melalui media online adalah sah menurut syara‟ (hukum Islam)
sepanjang memenuhi empat kriteria
yaitu :
- Pertama Sighat al- aqad (Ijab qabul) berupa tindakan nyata (perbuatan konkrit berupa meng-klik tombol ”OK”) berarti ada kerelaan pihak buyer untuk terikat pada ketentuan tata cara pembelian, pembayaran dan pengiriman barang, disamping itu ada tindakan nyata dari pihak merchant untuk memproses order yang diminta pihak buyer.
- Kedua, Mahallul aqad (obyek perjanjian) dapat berwujud apa saja kecuali asal barangnya (dzatnya) haram sehingga diharamkan, misalnya khamr, makanan yang mengandung daging babi, darah, hewan yang diawetkan sebagai pajangan.
- Ketiga, Al - aqidaian (pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian) haruslah mukhallaf (aqil baligh, berakal, sehat, dewasa/bukan mumayyid dan cakap hukum).
- Keempat, Maudhu‟ul „aqd (tujuan kontrak dan akibatnya) yaitu kewajiban buyer untuk membayar harga yang telah ia setujui dan kewajiban merchant mengirim barang yang telah di order oleh buyer dalam kondisi baik dan tanpa cacat, bebas dari penipuan (tadlis) dan tipu muslihat (taghir).
PENUTUP
Transaksi jual beli online hukumnya
diperbolehkan. Namun untuk menghindari mafsadah dan mudarat maka hendaknya
pembeli dan penjual harus berkomitmen dalam melakukan hak dan kewajiban masing
– masing dalam melaksanakan jual beli ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah
12-13-14,1987( Bandung: PT. Al-Maarif,)
Amir
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, 2003 (Bogor: Kencana)
Yulia Kurniaty
& Heni Hendrawati, Jual Beli Online Dalam Perspektif Hukum Islam, 2015 (Jurnal Transformasi Vol.11 No.1)
Abdul
Rahman, Fiqh Muamalat , 2010, ( Jakarta : Prenada Media Group)
Nasrun
Haroen, Fiqh Muamalat, 2007, (Jakarta:
Gaya Media Pratama)
MaasyaaAllaah bermanfaat sekali kajian fiqih nya, dan tampilan blog sudah cukup menarik. Kalau boleh tau kok ada kajian teori? Apa memang jurnal non penelitian didalamnya termuat kajian teori? Karena setahu saya langsung masuk bab pembahasan. Terimakasih atas jawabannya dan semoga dapat bermanfaat bagi pembaca terutama saya yang masih dalam tanda tanya
BalasHapusTerimakasih komentarnya. Untuk kajian teori memang sengaja saya masukan karena saya buatnya jurnal ilmiah mbak. Jadi ada teorinya dulu sebelum membuat keputusan dikarenakan bukan sebuah pembahasan biasa juga maka adanya teori itu untuk landasan pembuat keputusan atau simpulan.
HapusMasyaAllah sangat bermanfaat ini isinya
BalasHapusTapi ini jurnalnya sengaja memakai footnote atau gimana mas? Setau saya ketentuan tugasnya tidak boleh memakai footnote. Atau saya yg salah dengar?
Over all, buagus aselik. Ditunggu kajian fiqh selanjutnya
Terimakasih saran dan komentarnya. Sudah saya perbaiki mbakm hehehem maaf2 karena kurang jeli dalam mengedit. Thanks you very much
HapusTerimakasih komentarnya. Untuk kajian teori memang sengaja saya masukan karena saya buatnya jurnal ilmiah mbak. Jadi ada teorinya dulu sebelum membuat keputusan dikarenakan bukan sebuah pembahasan biasa juga maka adanya teori itu untuk landasan pembuat keputusan atau simpulan.Jadi saya sendirikan agar menjadi panduan di pembahasan
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusgood job. semoga bermanfaat.
BalasHapussaya tunggu hasil tulisan selanjutnya.
good luck
Terima kasih komentar dan pendapatnya. Aamiin
HapusCatatan: artikelnya tdk memamaki inote
BalasHapusPembahasannya.
Dan bukannya pembahasan itu sudah masuk kedalam kajian teori ya?
Tapi secara isi sudah bagus. 😊
Terimakasih komentarnya. Untuk kajian teori memang sengaja saya masukan karena saya buatnya jurnal ilmiah mbak. Jadi ada teorinya dulu sebelum membuat keputusan dikarenakan bukan sebuah pembahasan biasa juga maka adanya teori itu untuk landasan pembuat keputusan atau simpulan.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBermanfaat sekali dapat menambah wawasan. Isi artikelnya sudah bagus. Hanya saja pada artikel anda sedikit terlihat kurang rapi menurut saya hendaknya dalam penulisan di rata kanan-kiri agar terlihat rapi. Juga ada kesalahan dalam penulisan daftar pustaka pada artikel anda. Tapi secara keseluruhan bagus. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
BalasHapusTerimakasih komentarnya.akan saya coba perbaiki . sangat bermanfaat aamiin
HapusSangat menginspirasi.
BalasHapusPerlu kita ketahui seiring berkembangnya zaman. Dan semakin canggih pula segala (iptek/ilmu pengetahuan dan teknologi), dari yang sebelumnya sulit di temukan, sulit dikaji, dan sulit untuk di dapatkan, namun apalah daya di era globalisasi yang semakin canggih bisa kita dapatkan dengan melalui cara yang sangat mudah dan praktis. Salah satu bentuk kecanggihan dari teknologinya adalah,(Deged/Hp android).
Kita sebagai penerus bangsa patutlah mensyukuri atas apa yang di karuniakan oleh Allah swt. Namun disisi lain, kita harus bisa memilih mana yang menjadi haq dan yang batil.
Karena di sisi kelebihan pasti ada kekurangan, dan di sisi positif pasti ada sisi negatifnya.
Maka berhati-hatilah dalam bertindak.
Agar kita senantiasa mendapatkan keberkahan dan perlindungan dari Allah swt.
Terimakasih telah memberikan pengetahuan dan pembelajaran.
Semoga mendapatkan keberkahan.
Semangat, saya tunggu karya tulisan berikutnya.
Good luck :)
Terima kasih kak jaul atas komentarnya. Semoga bermanfaat juga untuk semua. Aamiin. Semoga panjenengan juga
HapusSudah bagus artikelnya dan bermanfaat sekali. Saya mau bertanya, bagaimana menurut anda mengenai kasus pembunuhan dalam pelaksanaan COD an. Karena kemarin baru saja ada kasus pembunuhan dalam proses COD an
HapusTerimakasih. Menurut saya kalau itu adalah kejahatan yang termasuk perampokan berkedok jual beli. Nah itu juga menjadi koreksi dan alarm untuk para pelaku jual beli agar ketika memilih cod untuk cari yang aman jangan di jalan raya dll. Lebih baik dirumah masing2 atau rumah penjual. Kemudian juga jangan dtempatsepi dan jam malam. Sekian. Waspada
HapusSangat bermanfaat sekali bagi semua orang, khususnya bagi orang2 awan
Hapusgood luck
Aamiin terima kasih mbak zulfa
Hapus